JAKARTA, Amuntaipost.com -- Polisi tak mau sepenuhnya disalahkan dalam bentrok antarsuporter di Jakarta dan Surabaya yang menyebabkan empat orang tewas.
"Pertanggungjawaban yang kaitannya dengan masalah sport bukan hanya pada kepolisian," kata Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo kepada para wartawan di halaman Istana Negara, Jakarta, Senin (4/6/2012).
Pada Minggu (27/5/2012), tiga orang suporter Persija Jakarta tewas ketika tim Ibu Kota itu bertanding melawan Persib Bandung di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sepekan kemudian, pada Minggu (3/6/2012), satu orang "Bonek Mania", pendukung Persebaya Surabaya, tewas ketika tim "Bajul Ijo" itu berlaga melawan Persija (jakarta FC) di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya.
"Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, aparat keamanan tidak bisa mengawasi setiap suporter secara satu per satu. "Ya, ini kembali ke koordinator suporter yang harus bisa mengelola para suporternya untuk tidak berbuat seperti itu," kata Djoko.
Menurut Djoko, aksi baku hantam tak hanya terjadi di stadion, tetapi juga di jalanan. Maka itu, kepolisian tak bisa mengawasi mereka secara terus-menerus. Kendati demikian, Timur mengatakan, tewasnya suporter Persija dan Persebaya akan menjadi bahan evaluasi bagi Polri.
Sosiolog Imam B Prasodjo mengatakan, kekerasan yang dilakukan suporter sepak bola merupakan bentuk emosional primitif yang mengarah ke perilaku hewani. Proses sentimen yang berlebihan ini harus dikendalikan agar tidak menjadi kebencian yang melebar dan berpotensi menyebabkan korban berjatuhan lebih banyak lagi.
"Yang menjadi perekat kelompok suporter adalah rasa kekitaan yang sangat emosional. Akibatnya, orang beranggapan bahwa di luar kelompok saya adalah kelompok musuh," ujar Imam.
Salah satu bentuk ikatan suporter ini, kata Imam, terlihat dari yel-yel yang menunjukkan kebencian terhadap kelompok musuh serta yel-yel berisi keunggulan kelompoknya. Rasa sebagai satu kelompok ini lantas berkembang menjadi sebuah rasa memusuhi kelompok lain secara membabi buta tanpa nalar.
Proses kristalisasi sebagai kelompok suporter masih terus terjadi dan bisa mengeras lagi. Imam berpendapat, nantinya kelompok ini bisa masuk ke dalam lingkaran budaya kekerasan kelompok yang menjadikan mereka bertindak seperti mesin yang membenci kelompok lain.
Sementara itu, striker Persija, Bambang Pamungkas, menilai sepak bola Indonesia sudah rusak. Korban tewas terlalu mahal hanya untuk sekadar fanatisme sempit. Semua elemen masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa sepak bola Indonesia juga sedang menunggu keputusan FIFA apakah dijatuhi sanksi atau tidak, setelah batas waktu menyelesaikan konflik pada 15 Juni.
"Sepak bola seharusnya tidak sampai seperti ini. Sampai kapan lagi sepak bola Indonesia harus kehilangan nyawa-nyawa yang tidak perlu," ujar Bepe, sapaan Bambang.
Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng turut menyesalkan insiden yang dikatakan semakin memperkeruh kondisi sepak bola nasional. Andi meminta manajemen klub segera memberikan arahan yang benar dan membina pra suporternya untuk mengutamakan kedamaian sesama pendukung dari tim lainnya. "Setiap tim kesebelasan harus membina suporternya untuk menonton dengan damai. Para pemimpin suporter harus mendisplinkan anggotanya agar tetap selalu bersemangat tetapi dengan cara yang sehat dan damai," ujar Andi.
sumber : banjarmasinpost.co.id | editor : Antony Rahman