NGANJUK, Amuntaipost.com -- Seorang petani yang hanya lulusan Sekolah Teknik Mesin (STM) di Kabupaten Nganjuk berhasil menemukan energi alternatif. H. Mohammad Muslih (62) mampu mengolah ketela pohon menjadi bio etanol, berkadar oktan tinggi dan dapat menjalankan mesin sepeda motor.
Dengan kemampuan yang serba pas-pasan di bidang energi alternatif, pria kelahiran 1950 ini telah menciptakan terobosan spektakuler. Bapak dua anak yang akrab dengan sapaan Muslih ini akhirnya menemukan bio premium.
Namun, bio premium ciptaan Muslih belum dapat dipasarkan. Selain karena belum ada penelitian lebih lanjut perihal efek dari penggunaanya, Muslih juga belum mengantongi surat ijin dari pemasaran dan dinas terkait di Kabupaten Nganjuk.
Muslih mengawali ceritanya. Tahun 1978, ia keluar dari Pabrik Gula (PG) Mojopanggung. Waktu itu, usianya baru 28 tahun. Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) tersebut memilih mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja karena upah yang diterima dari perusahaan relatif kecil dan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup.
“Anak saya mulai masuk sekolah. Sedangkan upah yang saya terima dari perusahaan relatif kecil, tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Akhirnya saya putuskan keluar dari perusahaan dan mulai berwirausaha. Saya mendirikan bengkel las dan membuka layanan penyambungan cangkul. Alhamdulillah, usaha saya berjalan dengan baik dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama istri dan dua orang anak saya,” ujar tamatan salah satu STM (kini SMK) di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri tahun 1970-an ini, Senin (18/06/2012).
Muslih memang tipe orang yang kreatif. Salah satu keahliannya adalah menyambung cangkul sangat rapi dan bagus. Itu sebabnya, dia menjadi cepat terkenal. Langganannya bukan hanya berasal dari wilayah Nganjuk, melainkan dari luar kota.
Karena kemampuannya tersebut, Muslih pun menjadi semakin terkenal. Bahkan, dia mendapat julukan sebagai seorang penyambung cangkul ulung. Apalagi, kala itu, Muslih satu-satunya penyambung cangkul di wilayah Nganjuk.
“Beda dengan sekarang. Dulu cuma saya. Kalau sekarang ini sudah banyak yang berprofesi sama. Bahkan, sudah puluhan di Nganjuk sini,” terang Muslih. Puluhan tahun profesi sebagai penyambung cangkul dijalani oleh Muslih. Dan itu usaha sampingan, dia juga menggarap lahan sawah miliknya. Beberapa petak sawah itu sebelumnya juga dibeli sendiri dari hasil menabung.
“Selama hidup saya memang tidak suka berdiam diri. Ada saja yang selalu saya kerjakan. Makanya, kerjaan saya juga bercabang-cabang. Jadi, petani iya, penyambung cangkul juga iya,” tuturnya.
Sampai suatu hari, Muslih melihat tayangan telivisi, soal rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat itulah Muslih merasa prihatin. Dia merasa iba dengan nasib masyarakat kecil, jika BBM benar-benar dinaikkan harganya.
“Waktu itu, pikiran saya bagaimana mencari energi BBM alternatif. Supaya masyarakat tetap bisa menikmati BBM dengan harga yang murah,” jelas Muslih.
Tidak hanya berfikir, Muslih juga mulai melakukan percobaan. Meski pengetahuannya tentang energi hanya sekadarnya, dia pantang menyerah. Berbagai cara dilakukan hingga benar-benar berhasil membuat bio etanol beroktan tinggi.
Ya, wajar saja jika Muslih awalnya mengaku kesulitan. Sebab, secara umum, dia tidak memiliki disiplin ilmu tentang pembuatan bio etanol. Ilmu yang didapat dari pendidikan STM ditambah lagi kerja di biding instalasi mesin di PG Mojopanggung, hanya sebatas pengetahuan konstruksi dan permesinan.
Beruntung ada anak pertamanya, Imam Efendi (29), yang tercatat sebagai lulusan Amni jurusan tehnik mesin. Dialah yang memiliki andil besar dalam membantu ayahnya menciptakan bio premium.
“Imam Efendi, anak saya lulusan teknik mesin. Kami bisa memadukan ilmu. Dia memiliki kemampuan dalam teori dan saya di bidang konstruksi. Akhirnya, kami menciptakan alat-alat pengolahan ketela menjadi etanol. Mulai dari pemerasan hingga penyulingan, meskipun masih sangat sederhana,” terangnya.
Ayah dari Faris Arfiah, anak keduanya, lulusan Akademi Perawatan (Akper) Muhammadiyah Nganjuk ini menambahkan, selama proses penelitian, ia kerap menemui kendala. Bahkan, beberapa kali gagal. Terutama dalam proses penyulingan air perasan atau nira, tidak dapat memisah dengan ampas.
Tetapi, pria yang naik haji pada tahun 1998 lalu itu tidak patah semangat. Dia terus melakukan percobaan berulang-ulang, sampai akhirnya benar-benar berhasil.
“Namanya juga penelitian pasti menemukan kendala. Beberapa kali, saya gagal. Biaya yang saya keluarkan juga banyak. Selain untuk membeli bahan baku, pengeluaran juga untuk menciptakan alat-alatnya. Karena masih sangat sederhana, alatnya sudah beberapa kali mengalami kerusakan,” imbuh pria yang kini memiliki kebun salak seluas kurang lebih 2 hektar di sekitar rumahnya tersebut.
Proses Pembuatan
Proses pembuatan singkong menjadi BBM yang disebutnya dengan istilah bio premium ini tidaklah instant. Semua itu harus melalui beberapa fase dan butuh waktu yang relatif lama.
Agar bisa menghasilkan BBM yang berkualitas dengan ditandai prosentasi oktan tinggi, setiap fase harus dilaksanakan dengan hati-hati dan cermat. Muslih juga harus terus melakukan penyempurnaan untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Tahap pertama singkong yang telah di kupas dibersihkan dahulu dengan air. Selanjutnya dimasak dengan cara direbus menggunakan tungku besar dengan bara api selama kurang lebih 2 jam hingga matang.
Setelah singkong matang kemudian ditiriskan. Pastikan singkong benar-benar kering dan tidak dicampur dengan air. Kemudian dijemur diatas kere atau anyaman bambu. Setelah itu diberikan ragi, sebagai bahan fermentasi singkong menjadi tape. Proses fermentasi singkong menjadi tape ini membutuhkan waktu selama 3 hari tiga malam.
“Setelah singkong berubah menjadi tape, didiamkan selama kurang lebih satu minggu,” terang Muslih. Kemudian singkong yang telah menjadi tape tersebut dihancurkan menggunakan “blender” sederhana yang ia buat dari kaleng besar. Kaleng dari seng itu kemudian dibentuk kerucut. Untuk pengaduknya berasal dari dinamo yang diambilkan dari dynamo pompa air.
Setelah diblender, tape singkong tersebut akan menjadi bubur tape. Selanjutnya, bubur ini dimasukkan ke dalam bak penampungan dan didiamkan selama 2 hari. Tujuannya, supaya bubur tape berubah menjadi senyawa.
Proses selanjutnya adalah pemerasan. Bubur tape kemudian diperes menggunakan alat timpa dari kayu yang masih sederhana. Muslih memanfaatkan dongkrak mobil berukuran besar untuk memeras tape tersebut. Air perasan dari tape kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa drum plasti ukuran besar. Cairan perasan tersebut disimpan selama 1-3 hari.
“Untuk menjadi bahan bakar yang siap pakai, cairan tersebut difermentasikan lagi dengan bahan khusus selama dua hari sampai tiga hari didalam drum,” ungkap Muslih. Sayangnya, saat ditanya bahan fermentasi khusus ini, Muslih enggan merinci. Alasannya itu sebuah rahasia.
“Kalau itu rahasia perusahaan. Tidak ada yang boleh tahu kecuali saya pribadi. Nanti, apabila sudah dikomersialkan, baru akan saya buka semuanya,” ungkap Muslih.
Setelah disimpan beberapa hari, cairan dari tape tersebut sudah menjadi tiga lapisan cairan yakni lapisan terbawah cairan protein, di tengah cairan air dan yang paling atas adalah cairan ethanol. Tetapi, karena etanol masih bercampur air, untuk memisahkannya, masih diperlukan destilasi atau penyulingan. Dan dalam penyulingan ini, Muslih memanfaatkan dua tabung logam besar. Satu tabung berfungsi sebagai pemasan, sedangkan satunya lagi untuk pendinginan atau penampun cairan sulingan.
Untuk penyulingan sendiri, dibutuhkan pemanasan dengan suhu 75 derajat celesius atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap daripada air yang bertitik didih 100° celcius.
Uap etanol ini kemudian dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair dengan kadar mencapai 95 persen. Etanol inilah yang disebut Muslih dengan istilah bio premium, karena bisa langsung dipergunakan untuk bahan baker sepeda motor tanpa penambahan alat apapun.
Dari hasil penelitian, BBM bio premium ini menurut Muslih jauh lebih irit jika dibandingkan dengan bensin. Bila dikalkulasi, 1 liter bensin bisa digunakan motor sampai jarak 60 kilometer. Sedangkan dengan menggunakan bio premium, motor mampu menempuh jarak hingga 80 kilometer.
Keunggulan lainnya, ongkos pembuatan bio premium ini sangat murah. Bahkan, jika dijual jauh lebih murah dengan harga bensin jenis preium. Sebab, untuk 1 liter bio premium, hanya dibutuhkan sekitar 6 buah ketela pohon ukuran sedang.
Dilirik Investor Asing
Muslih berharap, temuannya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Apalagi dengan adanya rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Paling tidak masyarakat bisa memilih mencari BBM alternative dengan harga jauh lebih murah.
“Tujuan saya yang pertama adalah mengatasi kesulitan BBM karena kebijakan pemerintah membatasi dan menaikkan harganya. Kemudian menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi angka pengangguran yang masih sangat tinggi. Tujuan ketiga adalah menselaraskan bangsa kita dengan bangsa asing. Jangan sampai kita ketinggalan dengan mereka,” harap Muslih.
Temuannya tersebut tidak akan berhenti sampai di situ. Muslih berjanji akan terus melakukan pengembangan. Terutama adalah dari sisi bahan baku. Muslih akan melakukan percobaan dengan buah-buahan. Alasannya, sangat disayangkan jika buah-buahan yang tidak laku terjual busuk dan harus dibuang. Padahal jika mau berusaha, buah-buahan busuk itu pun sebenarnya juga bisa dimanfaatkan. Seperti buah salak, nanas, dan lain sebagainya.
Selain itu, Muslih berharap, pemerintah bisa memfasilitasi temuannya tersebut menjadi hal baru yang diakui legalitasnya. Tujuannya agar ke depan mahasiswa-mahasiswi dan kaum terpelajar bisa melakukan penelitian ilmiah terhadap temuannya ini.
Tetapi karena selama ini hanya sebatas produksi biasa, sebagai percobaan, Muslih tidak berani mengomersialkan. Dia hanya memanfaatkan bio premium temuan tersebut untuk keperluan pribadi. Seperti, bahan bakar sepeda motor.
Saat ini, sedikitnya sudah ada sekitar 100 liter bio premium yang sudah siap dimanfaatkan. Semua itu disimpan oleh Muslih di gudang khusus miliknya, sambil menunggu langkah positif dari pemerintah terhadap temuannya ini.
Muslih mengaku, sebenarnya saat ini sudah ada seorang investor dari luar negeri yang mengajaknya kerjasama. Bahkan, investor itu menurut Muslih, juga siap mendanai penelitiannya. Tetapi, Muslih belum memberikan jawaban atas tawaran itu.
Jika disuruh memilih, Muslih mengaku, dirinya lebih suka jika pemerintah Indonesia yang mengelola temuan ini. Sebab, bagaimana pun juga, cita-cita awalnya membuat bio premium, semata-mata untuk kemaslahatan masyarakat kecil di tanah air.
Dengan kemampuan yang serba pas-pasan di bidang energi alternatif, pria kelahiran 1950 ini telah menciptakan terobosan spektakuler. Bapak dua anak yang akrab dengan sapaan Muslih ini akhirnya menemukan bio premium.
Namun, bio premium ciptaan Muslih belum dapat dipasarkan. Selain karena belum ada penelitian lebih lanjut perihal efek dari penggunaanya, Muslih juga belum mengantongi surat ijin dari pemasaran dan dinas terkait di Kabupaten Nganjuk.
Muslih mengawali ceritanya. Tahun 1978, ia keluar dari Pabrik Gula (PG) Mojopanggung. Waktu itu, usianya baru 28 tahun. Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) tersebut memilih mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja karena upah yang diterima dari perusahaan relatif kecil dan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup.
“Anak saya mulai masuk sekolah. Sedangkan upah yang saya terima dari perusahaan relatif kecil, tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Akhirnya saya putuskan keluar dari perusahaan dan mulai berwirausaha. Saya mendirikan bengkel las dan membuka layanan penyambungan cangkul. Alhamdulillah, usaha saya berjalan dengan baik dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama istri dan dua orang anak saya,” ujar tamatan salah satu STM (kini SMK) di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri tahun 1970-an ini, Senin (18/06/2012).
Muslih memang tipe orang yang kreatif. Salah satu keahliannya adalah menyambung cangkul sangat rapi dan bagus. Itu sebabnya, dia menjadi cepat terkenal. Langganannya bukan hanya berasal dari wilayah Nganjuk, melainkan dari luar kota.
Karena kemampuannya tersebut, Muslih pun menjadi semakin terkenal. Bahkan, dia mendapat julukan sebagai seorang penyambung cangkul ulung. Apalagi, kala itu, Muslih satu-satunya penyambung cangkul di wilayah Nganjuk.
“Beda dengan sekarang. Dulu cuma saya. Kalau sekarang ini sudah banyak yang berprofesi sama. Bahkan, sudah puluhan di Nganjuk sini,” terang Muslih. Puluhan tahun profesi sebagai penyambung cangkul dijalani oleh Muslih. Dan itu usaha sampingan, dia juga menggarap lahan sawah miliknya. Beberapa petak sawah itu sebelumnya juga dibeli sendiri dari hasil menabung.
“Selama hidup saya memang tidak suka berdiam diri. Ada saja yang selalu saya kerjakan. Makanya, kerjaan saya juga bercabang-cabang. Jadi, petani iya, penyambung cangkul juga iya,” tuturnya.
Sampai suatu hari, Muslih melihat tayangan telivisi, soal rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat itulah Muslih merasa prihatin. Dia merasa iba dengan nasib masyarakat kecil, jika BBM benar-benar dinaikkan harganya.
“Waktu itu, pikiran saya bagaimana mencari energi BBM alternatif. Supaya masyarakat tetap bisa menikmati BBM dengan harga yang murah,” jelas Muslih.
Tidak hanya berfikir, Muslih juga mulai melakukan percobaan. Meski pengetahuannya tentang energi hanya sekadarnya, dia pantang menyerah. Berbagai cara dilakukan hingga benar-benar berhasil membuat bio etanol beroktan tinggi.
Ya, wajar saja jika Muslih awalnya mengaku kesulitan. Sebab, secara umum, dia tidak memiliki disiplin ilmu tentang pembuatan bio etanol. Ilmu yang didapat dari pendidikan STM ditambah lagi kerja di biding instalasi mesin di PG Mojopanggung, hanya sebatas pengetahuan konstruksi dan permesinan.
Beruntung ada anak pertamanya, Imam Efendi (29), yang tercatat sebagai lulusan Amni jurusan tehnik mesin. Dialah yang memiliki andil besar dalam membantu ayahnya menciptakan bio premium.
“Imam Efendi, anak saya lulusan teknik mesin. Kami bisa memadukan ilmu. Dia memiliki kemampuan dalam teori dan saya di bidang konstruksi. Akhirnya, kami menciptakan alat-alat pengolahan ketela menjadi etanol. Mulai dari pemerasan hingga penyulingan, meskipun masih sangat sederhana,” terangnya.
Ayah dari Faris Arfiah, anak keduanya, lulusan Akademi Perawatan (Akper) Muhammadiyah Nganjuk ini menambahkan, selama proses penelitian, ia kerap menemui kendala. Bahkan, beberapa kali gagal. Terutama dalam proses penyulingan air perasan atau nira, tidak dapat memisah dengan ampas.
Tetapi, pria yang naik haji pada tahun 1998 lalu itu tidak patah semangat. Dia terus melakukan percobaan berulang-ulang, sampai akhirnya benar-benar berhasil.
“Namanya juga penelitian pasti menemukan kendala. Beberapa kali, saya gagal. Biaya yang saya keluarkan juga banyak. Selain untuk membeli bahan baku, pengeluaran juga untuk menciptakan alat-alatnya. Karena masih sangat sederhana, alatnya sudah beberapa kali mengalami kerusakan,” imbuh pria yang kini memiliki kebun salak seluas kurang lebih 2 hektar di sekitar rumahnya tersebut.
Proses Pembuatan
Proses pembuatan singkong menjadi BBM yang disebutnya dengan istilah bio premium ini tidaklah instant. Semua itu harus melalui beberapa fase dan butuh waktu yang relatif lama.
Agar bisa menghasilkan BBM yang berkualitas dengan ditandai prosentasi oktan tinggi, setiap fase harus dilaksanakan dengan hati-hati dan cermat. Muslih juga harus terus melakukan penyempurnaan untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Tahap pertama singkong yang telah di kupas dibersihkan dahulu dengan air. Selanjutnya dimasak dengan cara direbus menggunakan tungku besar dengan bara api selama kurang lebih 2 jam hingga matang.
Setelah singkong matang kemudian ditiriskan. Pastikan singkong benar-benar kering dan tidak dicampur dengan air. Kemudian dijemur diatas kere atau anyaman bambu. Setelah itu diberikan ragi, sebagai bahan fermentasi singkong menjadi tape. Proses fermentasi singkong menjadi tape ini membutuhkan waktu selama 3 hari tiga malam.
“Setelah singkong berubah menjadi tape, didiamkan selama kurang lebih satu minggu,” terang Muslih. Kemudian singkong yang telah menjadi tape tersebut dihancurkan menggunakan “blender” sederhana yang ia buat dari kaleng besar. Kaleng dari seng itu kemudian dibentuk kerucut. Untuk pengaduknya berasal dari dinamo yang diambilkan dari dynamo pompa air.
Setelah diblender, tape singkong tersebut akan menjadi bubur tape. Selanjutnya, bubur ini dimasukkan ke dalam bak penampungan dan didiamkan selama 2 hari. Tujuannya, supaya bubur tape berubah menjadi senyawa.
Proses selanjutnya adalah pemerasan. Bubur tape kemudian diperes menggunakan alat timpa dari kayu yang masih sederhana. Muslih memanfaatkan dongkrak mobil berukuran besar untuk memeras tape tersebut. Air perasan dari tape kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa drum plasti ukuran besar. Cairan perasan tersebut disimpan selama 1-3 hari.
“Untuk menjadi bahan bakar yang siap pakai, cairan tersebut difermentasikan lagi dengan bahan khusus selama dua hari sampai tiga hari didalam drum,” ungkap Muslih. Sayangnya, saat ditanya bahan fermentasi khusus ini, Muslih enggan merinci. Alasannya itu sebuah rahasia.
“Kalau itu rahasia perusahaan. Tidak ada yang boleh tahu kecuali saya pribadi. Nanti, apabila sudah dikomersialkan, baru akan saya buka semuanya,” ungkap Muslih.
Setelah disimpan beberapa hari, cairan dari tape tersebut sudah menjadi tiga lapisan cairan yakni lapisan terbawah cairan protein, di tengah cairan air dan yang paling atas adalah cairan ethanol. Tetapi, karena etanol masih bercampur air, untuk memisahkannya, masih diperlukan destilasi atau penyulingan. Dan dalam penyulingan ini, Muslih memanfaatkan dua tabung logam besar. Satu tabung berfungsi sebagai pemasan, sedangkan satunya lagi untuk pendinginan atau penampun cairan sulingan.
Untuk penyulingan sendiri, dibutuhkan pemanasan dengan suhu 75 derajat celesius atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap daripada air yang bertitik didih 100° celcius.
Uap etanol ini kemudian dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair dengan kadar mencapai 95 persen. Etanol inilah yang disebut Muslih dengan istilah bio premium, karena bisa langsung dipergunakan untuk bahan baker sepeda motor tanpa penambahan alat apapun.
Dari hasil penelitian, BBM bio premium ini menurut Muslih jauh lebih irit jika dibandingkan dengan bensin. Bila dikalkulasi, 1 liter bensin bisa digunakan motor sampai jarak 60 kilometer. Sedangkan dengan menggunakan bio premium, motor mampu menempuh jarak hingga 80 kilometer.
Keunggulan lainnya, ongkos pembuatan bio premium ini sangat murah. Bahkan, jika dijual jauh lebih murah dengan harga bensin jenis preium. Sebab, untuk 1 liter bio premium, hanya dibutuhkan sekitar 6 buah ketela pohon ukuran sedang.
Dilirik Investor Asing
Muslih berharap, temuannya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Apalagi dengan adanya rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Paling tidak masyarakat bisa memilih mencari BBM alternative dengan harga jauh lebih murah.
“Tujuan saya yang pertama adalah mengatasi kesulitan BBM karena kebijakan pemerintah membatasi dan menaikkan harganya. Kemudian menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi angka pengangguran yang masih sangat tinggi. Tujuan ketiga adalah menselaraskan bangsa kita dengan bangsa asing. Jangan sampai kita ketinggalan dengan mereka,” harap Muslih.
Temuannya tersebut tidak akan berhenti sampai di situ. Muslih berjanji akan terus melakukan pengembangan. Terutama adalah dari sisi bahan baku. Muslih akan melakukan percobaan dengan buah-buahan. Alasannya, sangat disayangkan jika buah-buahan yang tidak laku terjual busuk dan harus dibuang. Padahal jika mau berusaha, buah-buahan busuk itu pun sebenarnya juga bisa dimanfaatkan. Seperti buah salak, nanas, dan lain sebagainya.
Selain itu, Muslih berharap, pemerintah bisa memfasilitasi temuannya tersebut menjadi hal baru yang diakui legalitasnya. Tujuannya agar ke depan mahasiswa-mahasiswi dan kaum terpelajar bisa melakukan penelitian ilmiah terhadap temuannya ini.
Tetapi karena selama ini hanya sebatas produksi biasa, sebagai percobaan, Muslih tidak berani mengomersialkan. Dia hanya memanfaatkan bio premium temuan tersebut untuk keperluan pribadi. Seperti, bahan bakar sepeda motor.
Saat ini, sedikitnya sudah ada sekitar 100 liter bio premium yang sudah siap dimanfaatkan. Semua itu disimpan oleh Muslih di gudang khusus miliknya, sambil menunggu langkah positif dari pemerintah terhadap temuannya ini.
Muslih mengaku, sebenarnya saat ini sudah ada seorang investor dari luar negeri yang mengajaknya kerjasama. Bahkan, investor itu menurut Muslih, juga siap mendanai penelitiannya. Tetapi, Muslih belum memberikan jawaban atas tawaran itu.
Jika disuruh memilih, Muslih mengaku, dirinya lebih suka jika pemerintah Indonesia yang mengelola temuan ini. Sebab, bagaimana pun juga, cita-cita awalnya membuat bio premium, semata-mata untuk kemaslahatan masyarakat kecil di tanah air.
Editor : Antony Rahman || Sumber : Beritajatim