JAKARTA, Amuntaipost.com - Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, didesak melakukan sidang kasus pencurian sandal jepit secara maraton terhadap terdakwa AAL (15). Hal ini demi mengurangi dampak psikologi terhadap terdakwa yang masih berada di bawah umur. Selain itu, majelis hakim diminta membebaskan AAL dari segala tuntutan jaksa nantinya.
Demikian bunyi petisi yang dibuat Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama Lembaga Perlindungan Anak seluruh Indonesia dan Komunitas Sandal Untuk Keadilan yang diterima Kompas.com, Senin ( 2/1/2012 ).
Lisda Sundari dari Komnas PA mengatakan, setiap anak berhak memperoleh perlindungan baik secara fisik, mental, maupun sosial agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Perlakuan sama juga harus diterima anak yang tengah berhadapan dengan proses hukum.
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, serta keputusan bersama Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Polri, penahanan atau pemenjaraan anak adalah upaya terakhir. "Seluruh aparat penegak hukum di seluruh Indonesia agar mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum," kata Lisda.
Selain itu, kata Lisda, pihaknya mendesak agar Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat segera menyelesaikan pembahasan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai payung hukum keadilan restoratif.
Seperti diberitakan, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada 20 Desember 2011, siswa SMK Negeri 3 Kota Palu itu dijerat dengan Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Dia dituduh mencuri sandal Briptu Anwar Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah.
Tahir Mahyudin dari Lembaga Perlindungan Anak Sulteng secara terpisah mengatakan, rencananya AAL akan dituntut jaksa pada 4 Januari 2012 . "Kita dan para pemerhati anak akan melakukan aksi damai saat sidang tuntutan," kata dia.
Sebelumnya, dalam fakta persidangan, ada beberapa kejanggalan soal kasus itu. Barang bukti yang diajukan ke persidangan bukan sandal yang awalnya dikatakan hilang. Awalnya, Rusdi mengaku kehilangan sandal merek Eiger. Namun, yang dibawa jaksa sebagai barang bukti bermerek Ando.
Tak ada satu pun saksi yang melihat langsung apakah sandal merek Ando itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi. Saat hakim Rommel F Tampubolon dan sejumlah pengacara AAL bertanya, bagaimana Rusdi yakin itu sandal miliknya, Rusdi menjawab, "Saya ada kontak batin saat melihat sandal itu."
Tak hanya itu, saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar.
Demikian bunyi petisi yang dibuat Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama Lembaga Perlindungan Anak seluruh Indonesia dan Komunitas Sandal Untuk Keadilan yang diterima Kompas.com, Senin ( 2/1/2012 ).
Lisda Sundari dari Komnas PA mengatakan, setiap anak berhak memperoleh perlindungan baik secara fisik, mental, maupun sosial agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Perlakuan sama juga harus diterima anak yang tengah berhadapan dengan proses hukum.
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, serta keputusan bersama Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Polri, penahanan atau pemenjaraan anak adalah upaya terakhir. "Seluruh aparat penegak hukum di seluruh Indonesia agar mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum," kata Lisda.
Selain itu, kata Lisda, pihaknya mendesak agar Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat segera menyelesaikan pembahasan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai payung hukum keadilan restoratif.
Seperti diberitakan, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada 20 Desember 2011, siswa SMK Negeri 3 Kota Palu itu dijerat dengan Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Dia dituduh mencuri sandal Briptu Anwar Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah.
Tahir Mahyudin dari Lembaga Perlindungan Anak Sulteng secara terpisah mengatakan, rencananya AAL akan dituntut jaksa pada 4 Januari 2012 . "Kita dan para pemerhati anak akan melakukan aksi damai saat sidang tuntutan," kata dia.
Sebelumnya, dalam fakta persidangan, ada beberapa kejanggalan soal kasus itu. Barang bukti yang diajukan ke persidangan bukan sandal yang awalnya dikatakan hilang. Awalnya, Rusdi mengaku kehilangan sandal merek Eiger. Namun, yang dibawa jaksa sebagai barang bukti bermerek Ando.
Tak ada satu pun saksi yang melihat langsung apakah sandal merek Ando itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi. Saat hakim Rommel F Tampubolon dan sejumlah pengacara AAL bertanya, bagaimana Rusdi yakin itu sandal miliknya, Rusdi menjawab, "Saya ada kontak batin saat melihat sandal itu."
Tak hanya itu, saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar.