BALANGAN, Amuntaipost.com -- Keabsahan posisi Sefek Effendi sebagai Bupati Balangan, mulai digoyang. Hasil Pemilukada 2010 yang mengantarkan Sefek kembali menakhodai Balangan untuk kali kedua, dinilai lawan politiknya bermasalah. Katanya, kemenangan Sefek tidak lepas adanya permainan uang alias money politics.
Nah, soal money politics itu juga diamini Pengadilan Negeri Amuntai. Majelis hakim Kamis (12/1) lalu memvonis empat bulan penjara dan denda Rp 3 juta untuk Syahril. Pria yang disebut- sebut ‘orangnya’ Sefek, ini terbukti melakukan praktik politik uang kepada warga.
Putusan PN Amuntai itu pun disambut gembira kubu Syarifuddin yang menjadi pesaingnya pada pemilukada dua tahun silam. Berbekal salinan putusan pengadilan, Syarifuddin sudah berancang-ancang mendesak DPRD Balangan untuk menganulir kemenangan Sefek. Tampaknya, babakan baru ‘sengketa’ politik ini bakal terus menghangatkan Balangan.
Sefek tampaknya tidak gundah keluarnya putusan PN Amuntai. Dia malah melihat keputusan itu tidak punya arti apa-apa terhadap kekuasaan yang kini dipegangnya. Sefek meyakini keputusan pengadilan tidak bisa menjungkalkannya dari kursi kekuasaan. Demikian juga DPRD yang hanya berpegang selembar salinan putusan itu.
Jelas, kita tidak menginginkan sengketa politik di Balangan meniru-niru seperti yang terjadi di Kotawaringin Barat. Para wakil rakyat di kabupaten paling ujung di Kalimantan Tengah, itu menolak bupati yang sah dan dilegalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sangat aneh DPRD bisa ikut cawis-cawis menolak bupati yang telah dikuatkan oleh undang-undang.
Nah, kasus di Balangan ini jangan sampai terjadi seperti di Kobar. Para wakil rakyat di Balangan harus dewasa berfikir dan mengambil kebijakan yang benar-benar sesuai dengan koridor hukum. Bukan kemudian manut pada kehendak kelompok-kelompok tertentu yang menafsirkan aturan dengan cara pandangnya sendiri- sendiri.
Putusan PN Amuntai tetap sebuah produk hukum yang harus dihormati. Sengketa pemilukada Balangan mutlak menjadi matra Komisi Konstitusi. Apa yang diputuskan oleh PN Amuntai tidak lebih hanya terbatas persoalan pidana keterlibatan seseorang yang melakukan pelanggaran hukum berupaya money politics.
Yang jelas, gelaran demokrasi di Balangan dua tahun silam terbukti adanya permainan uang. Siapa yang melakukan dan apa motivasinya, tentu jelas untuk kepentingan kelompok yang didukungnya. Dan, soal money politics sudah menjadi kelaziman dalam setiap pesta demokrasi di negeri ini. Kasus di Balangan, hanya sebagian kecil yang bisa dibuktikan lewat proses hukum.
Tapi, sekali lagi putusan PN tidak akan bisa menjatuhkan Sefek dari kursinya. Demikian pula DPRD Balangan tidak bisa membatalkan keputusan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Bisa saja bupati bisa diganti karena berhalangan tetap, meninggal dunia atau menderita sakit yang tidak tersembuhkan.
Nah, yang diharapkan saat ini adalah kedewasaan masyarakat Balangan menyikapi masalah yang terjadi. Percayakan kepada pihak-pihak yang punya kompetensi menyelesaikan sengketa lama tersebut. Kita tentu tidak menginginkan, kondisi Balangan yang aman dan tentram kemudian harus berubah menjadi sebaliknya.
Bagaimanapun dalam situasi seperti ini selalu ada pihak- pihak yang sengaja mencari kesempatan. Tindakan anarkis oleh kelompok tertentu justru akan melahirkan kerugian besar bagi masyarakat Balangan sendiri. Kita yakin masyarakat Balangan sudah dewasa dalam berpolitik. Etika berpolitik harus dikedepankan seperti nasihat Thomas Carlyle: tata krama jauh lebih kuat daripada hukum. (*)
Nah, soal money politics itu juga diamini Pengadilan Negeri Amuntai. Majelis hakim Kamis (12/1) lalu memvonis empat bulan penjara dan denda Rp 3 juta untuk Syahril. Pria yang disebut- sebut ‘orangnya’ Sefek, ini terbukti melakukan praktik politik uang kepada warga.
Putusan PN Amuntai itu pun disambut gembira kubu Syarifuddin yang menjadi pesaingnya pada pemilukada dua tahun silam. Berbekal salinan putusan pengadilan, Syarifuddin sudah berancang-ancang mendesak DPRD Balangan untuk menganulir kemenangan Sefek. Tampaknya, babakan baru ‘sengketa’ politik ini bakal terus menghangatkan Balangan.
Sefek tampaknya tidak gundah keluarnya putusan PN Amuntai. Dia malah melihat keputusan itu tidak punya arti apa-apa terhadap kekuasaan yang kini dipegangnya. Sefek meyakini keputusan pengadilan tidak bisa menjungkalkannya dari kursi kekuasaan. Demikian juga DPRD yang hanya berpegang selembar salinan putusan itu.
Jelas, kita tidak menginginkan sengketa politik di Balangan meniru-niru seperti yang terjadi di Kotawaringin Barat. Para wakil rakyat di kabupaten paling ujung di Kalimantan Tengah, itu menolak bupati yang sah dan dilegalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sangat aneh DPRD bisa ikut cawis-cawis menolak bupati yang telah dikuatkan oleh undang-undang.
Nah, kasus di Balangan ini jangan sampai terjadi seperti di Kobar. Para wakil rakyat di Balangan harus dewasa berfikir dan mengambil kebijakan yang benar-benar sesuai dengan koridor hukum. Bukan kemudian manut pada kehendak kelompok-kelompok tertentu yang menafsirkan aturan dengan cara pandangnya sendiri- sendiri.
Putusan PN Amuntai tetap sebuah produk hukum yang harus dihormati. Sengketa pemilukada Balangan mutlak menjadi matra Komisi Konstitusi. Apa yang diputuskan oleh PN Amuntai tidak lebih hanya terbatas persoalan pidana keterlibatan seseorang yang melakukan pelanggaran hukum berupaya money politics.
Yang jelas, gelaran demokrasi di Balangan dua tahun silam terbukti adanya permainan uang. Siapa yang melakukan dan apa motivasinya, tentu jelas untuk kepentingan kelompok yang didukungnya. Dan, soal money politics sudah menjadi kelaziman dalam setiap pesta demokrasi di negeri ini. Kasus di Balangan, hanya sebagian kecil yang bisa dibuktikan lewat proses hukum.
Tapi, sekali lagi putusan PN tidak akan bisa menjatuhkan Sefek dari kursinya. Demikian pula DPRD Balangan tidak bisa membatalkan keputusan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Bisa saja bupati bisa diganti karena berhalangan tetap, meninggal dunia atau menderita sakit yang tidak tersembuhkan.
Nah, yang diharapkan saat ini adalah kedewasaan masyarakat Balangan menyikapi masalah yang terjadi. Percayakan kepada pihak-pihak yang punya kompetensi menyelesaikan sengketa lama tersebut. Kita tentu tidak menginginkan, kondisi Balangan yang aman dan tentram kemudian harus berubah menjadi sebaliknya.
Bagaimanapun dalam situasi seperti ini selalu ada pihak- pihak yang sengaja mencari kesempatan. Tindakan anarkis oleh kelompok tertentu justru akan melahirkan kerugian besar bagi masyarakat Balangan sendiri. Kita yakin masyarakat Balangan sudah dewasa dalam berpolitik. Etika berpolitik harus dikedepankan seperti nasihat Thomas Carlyle: tata krama jauh lebih kuat daripada hukum. (*)
Dheny | Cetak Banjarmasin Post | Antony Rahman