_________________________________________________________________________________________________________________________
SELAMAT DATANG di AMUNTAIPOST (Portal Blog Banua Amuntai)

Anda Pengunjung Ke

Kamis, 05 Januari 2012

Iran, Buat Harga Minyak Mentah Merangkak Naik

NEW YORK, Amuntaipost.com - Harga minyak mentah terus merangkak naik pada perdagangan di New York Mercantile Exchange, Rabu (4/1/2012) waktu setempat. Ini disebabkan oleh langkah Uni Eropa kian pasti untuk memberikan sanksi kepada Iran dengan menghentikan pembelian minyak mentah dari negara itu.
Minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengantaran Februari naik 26 sen, atau 0,3 persen, menjadi 103,22 dollar AS per barrel di Nymex. Ini harga tertinggi sejak 10 Mei 2011. Sedangkan, minyak Brent untuk penetapan Februari naik 1,57 dollar AS, atau 1,4 persen, menjadi 113,70 dollar AS per barrel di ICE Futures Europe exchange, London.
"Mengencangkan baut (sanksi) terhadap Iran hanya membuat ketegangan semakin besar dan semakin potensial untuk mereka menutup Selat Hormuz," ujar Tom Bentz, Direktur BNP Paribas Prime Brokerage Inc kepada Bloomberg, Rabu waktu setempat.
Memang, negara-negara yang tergabung dalam UE berencana untuk memberikan sanksi yang lebih keras kepada sektor energi dan perbankan Iran. Rencana sanksi ini akan diputuskan pada 30 Januari 2012. Sementara Iran sendiri mengancam akan memblokade pengiriman minyak mentah lewat Selat Hormuz jika ekspor minyaknya dihentikan. Padahal porsi pengiriman minyak mentah lewat Teluk Persia mencapai 20 persen dari total pengiriman dunia. "Jika Eropa akan berhenti membeli minyak mentah Iran, mereka masih bisa membeli dari tempat lain, dan itu akan kian memperketat pasokan minyak," tambah Bentz.
Menurut Kepala Penelitian Pasar Minyak untuk Amerika Societe Generale SA, Mike Wittner, di New York, harga minyak Brent juga bisa menembus 125 dollar AS jika larangan impor oleh UE atas Iran jadi diberlakukan. Langkah itu akan membutuhkan pasokan pengganti sekitar 600.000 barrel minyak per hari dari Arab Saudi. Wittner menyebutkan, ini akan menghabiskan kapasitas cadangan minyak negara itu.

Berita Populer