JAKARTA, Amuntaipost.com -- Meski baru akan memasuki bangku kuliah, ternyata informasi mengenai publikasi karya tulis ilmiah menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa S-1, S-2, dan S-3, sudah sampai juga ke telinga para calon mahasiswa. Sejumlah pelajar SMA yang dijumpai Kompas.com, di arena pameran pendidikan tinggi Jakarta, Kamis (9/2/2012), di Istora Senayan, mengungkapkan keresahannya.
Salah satunya siswi SMAN 7 Jakarta, Ervindah Julisya. Ervindah mengungkapkan, ia mengetahui kebijakan baru itu dari guru di sekolahnya beberapa hari lalu. Ia mengaku khawatir dengan kebijakan yang akan mulai diberlakukan pada lulusan setelah Agustus 2012.
Kekhawatiran Ervindah bukan tanpa alasan. Pasalnya, di akhir-akhir masa "putih abu-abu"nya, dia sama sekali belum memiliki gambaran dengan siklus dan pola belajar di bangku perkuliahan. Apalagi, untuk urusan jurnal ilmiah. Jangankan memublikasi, bentuk jurnal ilmiah pun, menurutnya, belum diketahui sama sekali.
"Tentu khawatir, kita belum tahu kuliah itu seperti apa. Kalau mau menjaga mutu, harusnya jangan menyulitkan," ujar siswi yang berniat meneruskan studi di Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma ini.
Siswa lainnya, Ade Ferdiansyah, dari SMKN 51 Jakarta juga mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, kewajiban mempublikasi makalah dalam jurnal ilmiah hanya akan membuat mahasiswa semakin tertekan.
"Jangan begitu, kan sudah ada skripsi kenapa ditambah tugas lain? Bikin kita makin pusing," ujarnya.
Para lulusan setelah Agustus 2012 memang akan diwajibkan memublikasi karya tulis ilmiah. Bagi mahasiswa S-1, bisa memublikasikan di jurnal online. Mahasiswa S-2, diharuskan pada jurnal nasional dan diutamakan yang telah terakreditasi. Adapun, mahasiswa S-3 harus memublikasi karya tulisnya di jurnal internasional. Kebijakan ini mendapatkan respons beragam dari kalangan perguruan tinggi. Ada yang menganggapnya baik untuk menumbuhkan budaya menulis ilmiah, ada pula yang menilai kebijakan ini terlalu dipaksakan. Sebab, eksistensi jurnal ilmiah di Indonesia juga masih sangat terbatas.
Salah satunya siswi SMAN 7 Jakarta, Ervindah Julisya. Ervindah mengungkapkan, ia mengetahui kebijakan baru itu dari guru di sekolahnya beberapa hari lalu. Ia mengaku khawatir dengan kebijakan yang akan mulai diberlakukan pada lulusan setelah Agustus 2012.
Kekhawatiran Ervindah bukan tanpa alasan. Pasalnya, di akhir-akhir masa "putih abu-abu"nya, dia sama sekali belum memiliki gambaran dengan siklus dan pola belajar di bangku perkuliahan. Apalagi, untuk urusan jurnal ilmiah. Jangankan memublikasi, bentuk jurnal ilmiah pun, menurutnya, belum diketahui sama sekali.
"Tentu khawatir, kita belum tahu kuliah itu seperti apa. Kalau mau menjaga mutu, harusnya jangan menyulitkan," ujar siswi yang berniat meneruskan studi di Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma ini.
Siswa lainnya, Ade Ferdiansyah, dari SMKN 51 Jakarta juga mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, kewajiban mempublikasi makalah dalam jurnal ilmiah hanya akan membuat mahasiswa semakin tertekan.
"Jangan begitu, kan sudah ada skripsi kenapa ditambah tugas lain? Bikin kita makin pusing," ujarnya.
Para lulusan setelah Agustus 2012 memang akan diwajibkan memublikasi karya tulis ilmiah. Bagi mahasiswa S-1, bisa memublikasikan di jurnal online. Mahasiswa S-2, diharuskan pada jurnal nasional dan diutamakan yang telah terakreditasi. Adapun, mahasiswa S-3 harus memublikasi karya tulisnya di jurnal internasional. Kebijakan ini mendapatkan respons beragam dari kalangan perguruan tinggi. Ada yang menganggapnya baik untuk menumbuhkan budaya menulis ilmiah, ada pula yang menilai kebijakan ini terlalu dipaksakan. Sebab, eksistensi jurnal ilmiah di Indonesia juga masih sangat terbatas.
sumber: kompas.com | editor: antony rahman | publish: amuntaipost.com