Penulis : Antony Rahman
Wajah suram liga sepakbola negeri ini kembali menjadi semakin suram.
Berpuluh - puluh tahun sepertinya tak ada perubahan yang berarti. Apa
mau dikata inilah wajah sepakbola Indonesia, hiburan rakyat yang sungguh
banyak memiliki beragam cerita menarik untuk dibicarakan. Satu yang
paling menarik untuk dibicarakan adalah Sang Pengadil Lapangan Hijau.
Sempat terlihat adanya perbaikan kualitas sang pengadil lapangan hijau.
Tapi, kini tak jarang sang pengadil pertandingan sering bertingkah
aneh, sehingga terkesan memihak pada sang empunya lapangan. Tamu hanya
sekedar tamu yang datang untuk bertanding dengan target mampu meraih
angka. Tuan rumah selaku empunya lapangan melakukan cara untuk
mengamankan angka. Entah benar atau tidak, Pengadil dimanfaatkan untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Baik yang kasat mata bahkan ada yang
terang-terangan. Ya inilah liga kita, tempat tim kesayangan berlaga.
Semua kerja keras hanya untuk mencari sesuap nasi bagi keluarga, demi
menghibur rakyat Indonesia dan demi kebanggaan tim.
Inilah
potret pengadil lapangan hijau, yang jujur dapat penghargaan terbaik
dari semua pihak yang menginginkan terciptanya Fair Play, dan yang "main
mata" dapat penghargaan berupa tambahan sesuap nasi dari empunya
lapangan, tapi juga dapat kecamaan dari banyak pihak. Maka terciptalah
Sang Pengadil yang tak lagi Adil hanya mementingkan kepentingan perut,
tetapi lupa akan tugas mulianya.
Negeri ini punya Assosiasi
sepakbola yang memiliki aturan/peraturan dan menaungi semua pihak yang
terlibat dalam sepakbola, menaungi klub, pemain, pelatih, wasit, dan
lainnya. Tapi apa kerja mereka di atas sana. Apakah mereka melihat
fenomena yang terjadi terus menerus yang tak berujung ini ? Fenomena
yang setiap waktu terus terjadi.
Istilah FAIR PLAY dan RESPECT masih sekedar mimpi dan khayal yang terlampau tinggi jika kondisinya masih seperti ini.